Sensasi Berorganisasi - Life Lesson

14 Juli

Lagi-lagi aku tidak bisa merasakan indahnya liburan.




Berdasarkan jadwal resmi kampus, minggu-minggu ini harusnya sudah memasuki waktu libur.
Saat ketika aku bisa duduk santai di rumah, hanya sibuk membantu orang tua mengurus depot keluarga.
Tapi tidak dengan kali ini.

Selain melaksanakan kewajiban membantu orang tua, aku juga harus mondar-mandir ke kampus untuk rapat acara ini-itu. Membagi waktu untuk mengerjakan tugas kepanitiaan.

Salah satu acara kampus yang tinggal belasan hari lagi adalah ospek, yang biasa disebut PEMBA (Pekan Mahasiswa Baru) di kampusku.
Karena hari pelaksanaannya sudah dekat, kami para panitia jadi semakin sibuk untuk mempersiapkan segala hal. Mulai dari ruangan, kursi, banner, pembicara, MC, jadwal acara hari H, hingga konsep penutupan acara nantinya.

Dari kepanitiaan ini, aku sungguh mendapat banyak sekali pelajaran hidup.
Karena di tingkat-tingkat sebelumnya (SMK, SMP) aku tidak pernah mau terlibat dalam organisasi atau kepanitiaan apapun. Itu adalah zona panik untukku, ketika aku harus berinteraksi dengan orang yang tidak kukenal, pulang lebih sore, dan lain sebagainya.

Di masa kuliah ini bisa dianggap sebagai kali pertamaku mau ikut dalam kepanitiaan.


Ini ilustrasi saja ya! Timku nggak secanggih itu hehe :D


Di susunan kepanitiaan ospek ini, aku dipercaya untuk menjadi koordinator/ketua tim sie publikasi dan dokumentasi.
Tanpa pikir panjang, aku langsung menerima tawaran yang kukira mudah itu.
Tapi ternyata sama sekali tidak mudah!
Dari awal, aku sudah dibuat kewalahan untuk mencari 2 orang yang mau menjadi anggota tim ini. Aku luar biasa bingung karena tidak tahu siapa yang bisa melakukan tugas-tugas pubdok (fotografi, videografi, desain grafis).

Untungnya, ada teman seangkatanku dari fakultas lain yang mau membantu, meski dia tidak memiliki banyak pengalaman di bidang ini. Tapi tak apalah, yang penting niatnya!
Tak lama setelah itu, kakak tingkat yang awalnya menolak tawaranku, berubah pikiran.
Lengkap sudah tim pubdok!


Semuanya masih terasa begitu mudah di permulaan.
Aku begitu percaya diri dengan tim ini. Karena bisa dikatakan aku memiliki banyak pengalaman di bidang ini, ditambah dengan adanya kakak tingkat yang kuakui jauh lebih berpengalaman dan berbakat dariku dalam tim ini.
Namun semakin hari, semua berubah. Mulai muncul sifat asli dari masing-masing kami.

Kukira, semua yang ada di bawahku dapat dikendalikan dengan mudah. Aku hanya perlu membagi tugas, memerintah ini-itu, meminta semuanya harus beres pada deadline yang ditentukan. Selesai!
Alhasil, semuanya begitu berantakan.
Aku masih belum mampu menjadi seorang leader yang baik.




Di sini aku mulai paham.
Jabatan tidak selalu membuat kita mampu mengendalikan semua yang ada dalam genggaman.
Dipercaya sebagai Ketua bukan berarti bahwa kita lebih pintar, lebih paham segalanya, lalu bisa memerintah seenaknya, dan meremehkan orang lain.
Ada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, ada orang-orang yang tidak mau taat dengan otoritas di atasnya, bahkan ada juga yang tidak menghargai sama sekali otoritas itu karena merasa lebih tua, merasa dirinya lebih pandai, lebih ahli di bidang itu. 

Tidak semua orang bisa diajak bekerja sama dengan cara klasik–duduk semeja, bertukar pikiran, mengambil ide terbaik–.

Ini sungguh menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Selain melatih kesabaran, menumbuhkan rasa rendah hati, juga sebagai bahan evaluasi gaya kepemimpinanku di waktu berikutnya.


Gesekan yang mulai timbul dalam tim ini, (terutama) membuatku jadi semakin dewasa. Aku sungguh bersyukur atas semua yang boleh terjadi.
Rasanya aku jadi tidak sabar menghadapi tantangan-tantangan berikutnya.




Semoga sedikit cerita ini juga bermanfaat untuk kalian ya! ^^

You Might Also Like

0 komentar

Music

nlart · Maru