Untuk Apa Punya Cita-cita?

21 Mei

 Susan, Susan, Susan...
Kalo gede mau jadi apa?


     Di televisi, seorang komedian tengah menirukan penyanyi lagu tersebut. Bukannya membawa boneka bayi perempuan, ia justru memegang boneka Teddy Bear. Jelas saja ini untuk komedi belaka.


    Saya tertawa kecil melihat itu, apalagi ketika menyanyikan bagian Susan, suaranya terdengar begitu lucu. Tapi di sisi lain, saya merasa cukup tua karena tahu siapa orang yang tengah ditirukan komedian itu. Kak Ria Enes. Beberapa pikiran yang melintas setelah menyaksikan itu justru membuat saya tertegun dan larut dalam perenungan panjang.

    Kalau hari ini jabatan dan pekerjaan banyak ditanyakan orang setelah nama, waktu kecil dulu, cita-cita yang seringkali ditanyakan. Belum lagi kala hari-hari besar tiba–10 November, hari pahlawan misalnya. Tidak jarang kita diminta untuk mengenakan pakaian sesuai apa yang kita cita-citakan. Apa sekarang masih begini, ya? Saya sepertinya mulai menua, hahahaha.

    Intinya belakangan ini, saya cukup terusik dengan pertanyaan : mengapa mereka–orang-orang dewasa–dulu suka sekali menanyakan cita-cita? Untuk apa hal itu harus ditanyakan dalam lembar biodata, bahkan ketika mendaftar ke SMP/SMA?
    Masalahnya, respon mereka atas jawaban kita selalu klise. "Wah, hebat! Kamu harus rajin belajar, ya!". Selesai. Mereka tidak pernah memberitahu tentang keadaan sesungguhnya bahwa punya cita-cita yang tinggi saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang itu hebat. Mereka lupa mengajarkan, atau setidaknya memberitahu bahwa setelah punya cita-cita, kita harus juga punya langkah-langkah praktis untuk mencapainya, yang bukan hanya dengan belajar rajin semasa sekolah.

    Memang, belajar sepertinya adalah kewajiban, bahkan bisa dibilang setara dengan nafas hidup manusia. Namun bangku sekolah, nilai di rapor, ranking di kelas bukan satu-satunya tempat untuk belajar. Ini jauh lebih klise, namun nyatanya banyak berakhir di bibir saja. Dan sayangnya, hal ini membuat banyak dari kita kehilangan kesempatan untuk mempelajari sejumlah hal yang lebih berharga di luar sana.


    Jadi, mengapa harus bertanya soal cita-cita jika ujungnya hanya tentang belajar rajin, dan dapat ranking? Apakah itu otomatis membuat cita-cita tercapai?


Tidak jarang, kita berhenti setelah mendengar kata 'hebat', dan lupa menyusun strategi untuk mencapainya. Apakah dengan begitu kita masih hebat?


You Might Also Like

0 komentar

Music

nlart · Maru