Empat Tangan

13 Mei

Kalau aku punya empat tangan ....



            Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, dan daftar kesibukan yang terus menggunung, sementara waktu terus menyusut, mungkin kita pernah berkhayal ‘seandainya saja aku punya empat tangan...’ kita berpikir dengan demikian, pekerjaan-pekerjaan akan terselesaikan dengan cepat.

Dan rasanya, saya bukan satu-satunya orang yang pernah berpikir demikian.


            Mari kita bayangkan lebih jauh lagi. Seandainya saja, kita semua–manusia–diciptakan dengan empat tangan. Ya, benar-benar empat! Separuh dari jumlah kaki laba-laba.
Jangan pikirkan tentang keanehannya, bayangkan saja ini normal.

            Ketika dua tangan sedang merapikan meja, dua tangan lainnya mungkin bisa menyisir rambut.
Ketika dua tangan sedang memotong sayuran, dua tangan lainnya mungkin bisa menggaruk punggung yang gatal.
Dan seterusnya, dan seterusnya, mari kita bayangkan saja.


            Tapi bagaimana jika ini benar-benar terjadi? Khayalan manusia tentu tidak akan berhenti.
Kemudian akan timbul perandaian lain ‘seandainya saja aku punya enam tangan’.
Jika Pencipta lagi-lagi mengabulkannya, pasti manusia meminta lagi. Delapan, sepuluh, dua puluh, lima puluh, yang jika diteruskan mungkin membuat manusia sama seperti serangga. Punya seribu tangan.


            Manusia memang begitu, ya. Tak pernah puas menjalani hidupnya.
Maka kemudian mereka sibuk mencari kepuasan dalam pengandaian, melalui imajinasi yang katanya adalah ‘hadiah spesial’ dari Pencipta.
Sebab kau tidak akan menemukannya pada makhluk lain.

            Hanya manusia yang memiliki keahlian ini.
Keahlian yang membuatnya bisa berada di tempat lain, tanpa perlu raga.
Keahlian yang membuatnya bisa menghadirkan orang lain, tanpa perlu wujud nyata.
Keahlian yang membuatnya bisa melihat, menyentuh, mendengar, mencium, bahkan merasa, seluruh hal di dunia.
Keahlian yang sungguh ajaib.


            Entahlah, mengapa Pencipta mau memberikan hal seindah sekaligus se-berbahaya itu kepada para manusia yang tak tahu terima kasih.
Keahlian itu harusnya sudah lebih dari cukup untuk membuat mereka menemukan kepuasan dalam hidup. Meskipun ada sekian banyak batasan dalam dunia materi, Pencipta tidak menaruh pagar pembatas pada imaji mereka. Bebas, sebebas-bebasnya!
Tidak ada Hak Asasi Manusia, tidak ada Undang-undang, tidak ada Presiden, hukum negara, hakim, jaksa, polisi, pokoknya sama sekali tidak ada batasan. Sungguh!

            Sayangnya, hadiah yang Pencipta berikan justru banyak digunakan manusia untuk melawan-Nya. Justru menjadi titik tolak bagi manusia untuk menganggap ketidakpuasan dalam hidup sebagai hal yang wajar. Kemudian mereka mengeluh, bahkan membenci Pencipta karenanya.
Entah mengapa pikiran itu bisa terbesit di benak mereka.



            Mungkin pada dasarnya manusia memang tidak pernah merasa puas. Layaknya manusia pertama, yang menaruh fokus pada absennya kepemilikan mereka atas setitik hal. Mereka malah fokus pada yang tidak diperbolehkan Tuhan. Ketimbang puluhan, bahkan ratusan taman dengan buah cantik dan lezat di seluruh taman itu.


Memang benar, ya, kita ini keturunan Adam dan Hawa.
Sifatnya pun sudah mewaris dalam darah setiap manusia di seluruh bagian bumi ini.




Huh, seandainya saja aku punya seribu tangan untuk menampar mereka satu persatu dan menyadarkannya.

You Might Also Like

0 komentar

Music

nlart · Maru