Asap [Flash Fiction]
31 Januari
Asap
mengepul dari mangkuk putih kekuningan berisi soto yang baru matang.
Aroma sedap menyeruak, mengundang setiap orang untuk segera menyantapnya.
Aroma sedap menyeruak, mengundang setiap orang untuk segera menyantapnya.
Aku selalu menyukai setiap masakannya.
Yang hanya berupa menu-menu tradisional.
Juga disajikan dengan peralatan makan yang sederhana.
Juga disajikan dengan peralatan makan yang sederhana.
Memang dia bukan seorang koki handal di
restoran besar, ataupun hotel bintang lima. Hanya seorang gadis sederhana, anak
pemilik warung tegal di seberang pasar.
“Enak
banget!” rasanya begitu luar biasa ketika kuah hangat itu masuk ke bibirku. Belum
pernah aku merasakan makanan seenak ini.
“Beneran?
Nggak kurang asin, atau kurang terasa bumbunya?”
“Nggak,
udah bener-bener pas, kok!”
Selain mengurus hidangan yang dijual, ia
kerap memasak menu-menu lain. Sebatas menyalurkan hobi memasaknya.
Karena hidangan itu tidak biasa dijual,
maka seringkali akulah yang menyantap masakannya. Katanya sekaligus sebagai
rasa terima kasih pada pelanggan yang luar biasa setia.
Pernah
sekali waktu aku melihatnya memasak. Semua dilakukan secara sederhana dan biasa
saja. Tidak ada takaran pasti, semua bumbu dituang berdasarkan perasaan. Itu
katanya.
Dan ketika masakan sudah matang, asapnya
yang mengepul terasa begitu menghipnotisku. Selain rasa lapar yang hilang
ketika menyantapnya, segala beban pikiran, rasa lelah, serta gundah pun ikut
sirna.
Jadi rasanya dengan melihat asap yang
mengepul dari mangkuk itu saja sudah mampu membuatku bahagia.
Suatu hari, aku
mengunjungi tempatnya seperti biasa. Menantikan penampakan asap mengepul
diiringi aroma sedap.
Kali ini tempat itu terlihat berbeda.
Asap yang muncul bukan hanya dari piring saji, atau mangkuknya saja.
Namun tampak mengepul begitu pekat, sangat berbeda dengan asap menenangkan yang kusukai.
Asap yang muncul bukan hanya dari piring saji, atau mangkuknya saja.
Namun tampak mengepul begitu pekat, sangat berbeda dengan asap menenangkan yang kusukai.
“Kamu
masak apa? Kenapa asapnya hitam begini?” tanyaku padanya yang sudah tampak
lemas di dapur.
“...
To...long aku ...”
“Aku
harus bantu apa? Aku nggak bisa masak.”
Asap hitam itu semakin banyak, memenuhi
seluruh ruangan. Akupun mulai merasa sesak, dan perlahan semuanya tampak
semakin buram.
Lalu menjadi gelap gulita.
-----
291 Kata
-----
0 komentar