Berteduh
25 Agustus
Petang itu, kamu
datang berteduh di teras hatiku.
Di tengah suara gemercik air yang berebut
ingin bertemu tanah, kau berkata “Sangat dingin di sini, dan aku kesepian.”
Baiklah, kupersilakan kamu masuk. Karena di luar memang dingin, dan kamu cuma bisa menatapi rintik hujan deras sambil melamun sendiri.
Aku kasihan.
Kemudian kamu masuk, kubiarkan menetap beberapa saat.
Katamu tempat ini nyaman,bdan aku pun juga senang dengan kehadiranmu.
Perlahan namun pasti, kamu masuk lebih dalam, menilik setiap ruang-ruang kelam yang tersembunyi, jauh di ujung ruang hati ini.
Ruang tersembunyi yang bahkan aku sendiri tak tahu keberadaannya.
Kamu memasangkan lampu di ruang-ruang itu, juga membantu membersihkannya tanpa kuminta. Ditemani celoteh riang yang sungguh mengusir segala sunyi.
Setelah semua itu kita kembali duduk berhadapan.
Lebih dari sekadar teh atau kopi, aku ingin menyuguhkan hati, dan membiarkanmu terus menetap di sini.
Masih belum ada perbincangan apa-apa di antara
kita. Karena aku terlalu ragu untuk mengangkat suara, sedang kamu asyik menikmati
empuknya sofa.
Lalu hujan mereda, dan kamu terburu-buru pergi tanpa sempat mendengar ucapan terima kasih dariku.
Lalu hujan mereda, dan kamu terburu-buru pergi tanpa sempat mendengar ucapan terima kasih dariku.
Oh, aku sungguh tak tahu diri sudah
berharap lebih ketika kamu hanya singgah untuk berteduh.
Sama seperti hujan yang pergi tanpa pamit,
tidak terdengar sedikitpun kabar lagi tentangmu sejak petang itu.
Sabtu, 25 Agustus 2018
20.54
20.54
0 komentar