PPKM Darurat : Justru Daruratkan Nyawa!
21 Juli"Meski gerak masyarakat dibatasi, kebutuhan hidup tidak bisa dibatasi."
PPKM (Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat) pada kali ini dilaksanakan dengan imbuhan
‘darurat’ dan terbatas di area Jawa-Bali, serta beberapa wilayah yang telah
ditentukan sepanjang 3-23 Juli 2021. Aturan ini diterapkan dengan maksud untuk
membatasi mobilitas masyarakat dan menekan penyebaran COVID-19 yang kasus
hariannya mulai melonjak drastis sejak bulan Juni. Apakah aturan ini efektif?
Saya tidak akan membahas hal itu di sini, karena sepertinya kita semua sudah
tahu jawabannya.
Yang jelas, pemerintah memiliki itikad baik ketika menerapkan aturan ketat ini, yakni untuk melindungi nyawa rakyatnya, meski yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Maka baiknya ada beberapa hal dalam aturan ini yang perlu direvisi, serta didiskusikan bersama masyarakat (jika bersedia dan memungkinkan).
Pada aturan
pembatasan kali ini, sektor makanan tidak diizinkan melayani makan di tempat (dine
in), dan wajib menaati jam operasional yang telah ditentukan (hingga pukul
5 sore, atau maksimal pukul 8 malam, sesuai dengan jam malam yang berlaku).
Peraturan ini tampaknya menggilas banyak pelaku usaha berskala kecil dan
menengah. PPKM Darurat ini justru membuat kehidupan mereka dalam situasi
darurat, daripada menyelamatkan.
Saya sempat
mengobrol dengan salah satu penjual martabak yang biasa beroperasi mulai pukul
lima sore sampai satu pagi. Sebab peraturan ini, ia terpaksa tutup pukul
delapan malam. Padahal biasanya, jam-jam itu menjadi titik awal ramainya
pembeli online ataupun offline. Namun sebab jam operasional yang
kelewat singkat, lapaknya sepi pembeli.
Bukan hanya penjual
ini saja yang mengeluh, darinya saya juga mendapat informasi mengenai sejumlah pedagang
lain di sekitar area yang sama. Beberapa pedagang yang (dicap) ‘bandel’
ditindaklanjut secara tegas. Alat dagang disita, staff ditahan sementara, atau
sanksi denda sebesar 500.000 yang jika dihitung sekilas saja sudah jelas : mau
dapat dari mana?
Beberapa dari
mereka coba mengakali situasi ini dengan membuka lapaknya lebih awal. Namun
perlu kita tahu–khususnya dalam sektor makanan–minat pembeli terhadap hidangan
umumnya bergantung pada waktu. Beberapa makanan cocok untuk pagi-siang saja
(seperti bubur, nasi pecel, soto, dsb), beberapa lainnya cocok untuk sore-malam
saja (seperti nasi goreng, martabak, terang bulan, dsb). Jadi, membuka lapak
lebih awal tidak berpengaruh banyak bagi pendapatan mereka. Menurut Anda
sendiri, apakah nikmat makan terang bulan spesial kala hari masih terang?
Rasa gelisah
melihat situasi ini ternyata tidak hanya saya rasakan sendiri. Dalam media
sosial, ada sejumlah kritik-saran yang saya temui. Beberapa bernada sarkas,
seperti : memangnya virus corona datang jam berapa? Ketika menyoroti
aturan jam malam. Karena toh, banyak kerumunan di siang hari. Selain itu
juga ada beberapa unggahan foto pemilik usaha yang terpaksa menutup lapaknya,
melakukan PHK pada sejumlah karyawannya sebab lelah terus dipatroli setiap hari
bak kriminal. Usaha mereka sepi, biaya operasional pun tidak tertutupi.
Pemerintah perlu mendengarkan
dan mempertimbangkan suara rakyat ini, kemudian memperbaiki aturan, serta
membantu masyarakat kecil-menengah menemukan solusi demi perbaikan ekonomi.
Atau, chaos akan terjadi. Mengingat keadaan ekonomi masyarakat
yang terus menurun. Imbasnya, penjarahan bisa saja terjadi jika masyarakat
sampai pada titik tidak bisa memenuhi kebutuhan primer sebab tidak memiliki
pendapatan yang cukup untuk itu. Karena meski gerak masyarakat dibatasi,
kebutuhan hidup tidak bisa dibatasi.
0 komentar