Manusia Wacana
03 AprilAkhir-akhir ini, populasi Manusia Wacana meningkat pesat.
Mungkin karena banyak terjadi perkawinan silang antara waktu dengan teknologi yang menciptakan gen individualis begitu sel telur dan sel sperma bertemu di rahim.
Mulai dari macet, kesiangan, acara keluarga, tidak bawa dompet, dan 1001 alasan kreatif nan klise lainnya seringkali digunakan sebagai sarana pembatalan janji bertemu, juga beribu-ribu janji yang pernah dan masih ada di dunia.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan itu, selama apa yang dikatakan memang benar-benar terjadi, bukan didasari unmood, mager, lupa, dan hal-hal tak masuk akal lainnya.
Karena kita semua manusia, serba terbatas, punya pengetahuan terbatas akan hari esok. Jangankan besok, satu-dua menit ke depan saja kita tak tahu apa yang terjadi.
Hal ini menjadi salah jika kita jadi meremehkan sebuah janji, sebuah ucapan hasil kolaborasi bibir dengan lidah tak bertulang ini.
Ketika kamu bilang pada temanmu mau membayar hutang sore ini, itu wujud janji.
Selaraskan ucapan dengan perbuatanmu. Jangan kamu biarkan teman itu berharap-harap cemas dari hari ke sehari menanti penepatan janjimu yang baru terjadi sebulan kemudian.
Bagaimanapun, perkataan jujurmu akan lebih dihargai.
Lagipula, itu temanmu sendiri, kan?
Ketika kamu bilang mau mengganti barangnya, itu juga wujud janji.
Lakukan itu sesegera mungkin. Jangan bisanya cuma mengumbar kata supaya terlihat baik dan manis, padahal yang kamu ucapkan itu seperti sakarin. Luar biasa manis di awal, dan luar biasa pahit ketika ditelan.
Tiap orang punya karakter berbeda, maka kita harus bisa bersikap netral. Artinya bertindak sesuai etika normal yang sepatutnya sudah kita ketahui sebagai manusia.
Ucapan janji pasti akan melahirkan pengharapan bagi pendengarnya. Maka selayaknya, jika kita mengucapkan janji, usahakan untuk mengingatnya baik-baik, kemudian tepati itu.
Janji tidak selalu diimbuhi dengan kata 'janji' dalam pembuatannya. Ucapan-ucapan yang mengundang harap, itu juga berupa janji.
Tidak semua orang mampu bersabar menanti pemenuhan janji, dan tidak semua orang juga mampu menagih pemenuhan janji meski mereka sangat berharap akan hal itu.
Kamu tidak tahu pengorbanannya menyempatkan diri untuk bisa bertemu, jerih payahnya menuju tempat pertemuan, kesulitannya bertahan hidup dan menantikan pelunasan hutangmu, dan besarnya harapan kamu akan datang ke rumahnya sesuai jam yang dijanjikan.
Kalau tak bisa melakukan, tak usah banyak bicara.
Kalau bisanya hanya mengecewakan, tak usahlah memberi harapan.
Itu sama saja kita menyakiti orang lain secara tak kasat mata.
Semua wacana-wacana yang sering kita buat tidak hanya merusak hubungan pertemanan, itu juga akan menyulitkan diri kita sendiri untuk mendapat kepercayaan dalam ranah pekerjaan dan di hari-hari kedepannya.
Setelah itu malah menyalahkan Tuhan yang tak ikut campur dalam pembuatan apalagi pengingkaran janji kita.
Juga menyalahkan garis takdir yang terlampau berkelok-kelok dan sulit untuk dilewati. Padahal kita sendiri yang memilih jalur itu.
Ayo jadi manusia nyata, jangan cuma wacana!
-hanya wujud kegemasan. jangan tersinggung-
0 komentar