Hari ini,
aku pergi bersama beberapa rekan kerjaku untuk mengunjungi jemaat.
Sedang suntuk, akupun langsung mengiyakan ajakan mereka tanpa pikir panjang.
Hitung-hitung refreshing sejenak dari
AC, suara keyboard, sinar monitor,
beserta segala tugas yang menanti.
Awalnya,
kami mengunjungi seorang nenek yang sudah opname sekitar dua minggu di RSUD
Sidoarjo. Tulang pinggulnya bergeser sebab jatuh di rumah. Umurnya sudah 87
tahun, namun punya daya ingat kuat, masih bisa bernyanyi, mengingat nama
anak-anak, juga teman-temannya.
'Kita tidak memiliki apa-apa, Elektra. Kita hanya peminjam yang berpikir bahwa kita ini pemilik. Lucunya, ketika kita bersikap eksklusif, kepemilikan kita sangat terbatas. Sementara kalau kita sadar semua ini cuma pinjaman, mendadak kita bisa mendapatkan apa saja.' (h. 143, ucapan ibu Sati).
Saya ingat, dulu pernah membaca preview Supernova seri Petir ini dalam versi digital, ketika belum memiliki
versi cetaknya.
Kisah Elektra, gadis unik pecinta petir membuat saya tertarik
untuk memiliki versi buku, dan membacanya sampai tuntas, tentunya.
Kata-kata singkat nan menohok ini terdapat dalam buku yang baru selesai kubaca
dan sempat kutulis reviewnya di blog ini kemarin.
Benar
sekali, bukan? Apa yang disampaikan kata-kata ini.
Seringkali
kita–manusia–terlalu banyak menghabiskan waktu untuk
mencari.
Kita berlari-lari ke sana kemari, berpeluh-peluh membuka celah kesempatan, dan
hanya mendapat kekosongan demi kekosongan setelahnya.
For your information, aku belum pernah menulis resensi atau review buku. Dan tidak berniat menjadikan artikel ini sebagai review. Hanya ingin berbagi kesan pesan selama membaca buku ini. Jadi, mohon maklum atas segala kekurangan yang ada :D.