Berhenti Mencari, Maka Kamu Akan Menemukan
07 Mei
Kata-kata singkat nan menohok ini terdapat dalam buku yang baru selesai kubaca
dan sempat kutulis reviewnya di blog ini kemarin.
Benar
sekali, bukan? Apa yang disampaikan kata-kata ini.
Seringkali
kita–manusia–terlalu banyak menghabiskan waktu untuk
mencari.
Kita berlari-lari ke sana kemari, berpeluh-peluh membuka celah kesempatan, dan hanya mendapat kekosongan demi kekosongan setelahnya.
Kita berlari-lari ke sana kemari, berpeluh-peluh membuka celah kesempatan, dan hanya mendapat kekosongan demi kekosongan setelahnya.
Kita terlalu sibuk mencari.
Berlari jauh mengitari bumi, sampai akhirnya hilang sendiri.
Berlari jauh mengitari bumi, sampai akhirnya hilang sendiri.
Padahal mungkin, apa yang dicari selama ini sebenarnya ada di bawah kaki, dan duduk termangu, menanti hari ‘tuk ditemukan.
Seperti inti bumi, misalnya?
Yang tak mungkin kau temukan di ujung bumi manapun, tapi ada tepat di bawah kakimu.
Kita hanya terlalu panik mencari.
Sampai-sampai kehilangan akal sehat, kemudian hilang dalam pusaran pencarian ciptaan kita sendiri.
Sampai-sampai kehilangan akal sehat, kemudian hilang dalam pusaran pencarian ciptaan kita sendiri.
Pencarian tujuan hidup yang buat
seseorang lupa mengenal dirinya sendiri.
Pencarian pasangan yang buat seseorang lupa memperbaiki kualitas diri.
Pencarian kekayaan yang buat seseorang lupa bahwa manusia sementara.
Pencarian popularitas yang buat seseorang lupa bahwa ia manusia.
Pencarian pasangan yang buat seseorang lupa memperbaiki kualitas diri.
Pencarian kekayaan yang buat seseorang lupa bahwa manusia sementara.
Pencarian popularitas yang buat seseorang lupa bahwa ia manusia.
Dan
masih banyak pencarian-pencarian lain yang berujung pada kehilangan, bukannya sebuah temu. Pencarian
yang membuat seseorang lupa makna utama dari hal yang dicarinya itu sendiri.
Maka ada baiknya kita berhenti sejenak,
menghirup udara segar, menikmati embusan angin sejuk.
Tenanglah…
Kita hanya manusia biasa dengan banyak keterbatasan.
Tangan kita cuma dua, tak sanggup genggam semesta.
Pun, otak kita tidak lebih besar dari ikan paus.
Pada
semua yang akan berakhir, mengapa kita merasa seakan abadi?
Pada semua yang terbatas, mengapa kita begitu serakah?
Pada semua yang terbatas, mengapa kita begitu serakah?
Berhentilah.
Dan rasakan kehidupan.
Bukankah
hilang dan ditemukan hanya perihal waktu semata?
0 komentar